Langsung ke konten utama

SEJARAH KERAJAAN SUNDA


SEJARAH KERAJAAN SUNDA

     Kerajaan Sunda terletak di daerah Jawa Barat sekarang. Tak dapat dipastikan dimana pusat kerajaan ini sesungguhnya. Berdasarkan sumber sejarah berupa prasasti dan naskah-naskah berbahasa Sunda Kuno dikatakan bahwa pusat kerajaan Sunda telah mengalami beberapa perpindahan. Menurut Kitab Carita Parahyangan, Ibukota kerajaan Sunda mula-mula di Galuh, kemudian menurut Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di tepi sungai Cicatih, Cibadak Sukabumi, Isi dari prasasti itu tentang pembuatan daerah terlarang di sungai itu yang ditandai dengan batu besar di bagian hulu dan hilirnya. Oleh Raja Sri Jayabhupati penguasa kerajaan Sunda. Di daerah larangan itu orang tidak boleh menangkap ikan dan hewan yang hidup di sungai itu. tujuannya mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan (agar ikan dan lain-lainnya tidak punah) siapa yang berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa-dewa.

Kerajaan Sunda beribu kota di Parahyangan Sunda. Sementara itu menurut prasasti Astana Gede (Kawali – Ciamis) ibu kota kerajaan Sunda berada di Pakwan Pajajaran. Mengenai perpindahan kerajaan ini tak diketahui alasannya. Akan tetapi, hal-hal yang bersifat ekonomi, keamanan, politik, atau bencana alam lazim menjadi alasan perpindahan pusat ibu kota suatu kerajaan.

Kerajaan Sunda menguasai daerah Jawa Barat untuk waktu yang lama, diantara rajanya, yang terkenal adalah Jaya Bhupati dan Sri Baduga Maharaja.

Jayabhupati
Sebenarnya nama Sunda pernah disebut didalam prasasti yang temukan di desa Kebon Kopi Bogor. Prasasti itu berangka tahun 854. Prasasti itu ditulis dengan bahasa Melayu Kuno, isinya tentang seorang Rakrayan Juru Pengambat yang memulihkan raja Sunda. Sumber kesusastraan yang sampai kepada kita adalah Carita Parahyangan (dari akhir abad ke-16) kitab lain yang juga menyebut kerajaan Sunda adalah Kitab “Siksa Kandang Karesia” (1518), berita Cina dari masa Dinasti Ming menyebut adanya kerajaan Sunda.

Didalam kita Carita Parahyangan disebutkan bahwa kerajaan itu memerintah seorang raja bernama Sanjaya. Tokoh itu dikenal juga dalam prasasti Canggal dari Jawa Tengah. Dalam kitab Carita Parahyangan disebutkan bahwa Raja Sanjaya menggantikan raja Sena yang berkuasa di Kerajaan Galuh. Kekuasaan raja Sena kemudian direbut oleh Rahyang Purbasora, Saudara seibu raja Sena. Sena sendiri menyingkir ke gunung Merapi bersama keluarganya. Setelah dewasa, Sanjaya berkuasa di Jawa Tengah. Ia berhasil merebut kembali kerajaan Galuh dari tangan Purbasora. Kerajaan kemudian berganti nama menjadi kerajaan Sunda.

Setelah masa pemerintahan JayaBhupati, pada tahun 1350 yang menjadi raja di kerajaan Sunda adalah Prabu Maharaja. Ia mempunyai seorang putri bernama Dyah Pitaloka.

Prabu Maharaja berperang melawan tentara Majapahit yang dipimpin Gajah Mada di daerah Bubat pada tahun 1354. dalam pertempuran itu raja Sunda bersama-sama para pengiringnya terbunuh. Kematian Raja Sunda dan pengiringnya membuat raja Majapahit yaitu Hayam Wuruk, marah besar kepada Gajah Mada, lalu Gajah Mada dipecat dari jabatannya

Sri Baduga Majaraja
Ia adalah putra dari Ningrat Kancana. Sri Baduga merupakan raja yang besar. Ia membuat sebuah telaga yang diberi nama Telaga Rena Mahawijaya. Ia memerintahkan membangun parit di sekeliling ibukota kerajaannya yang bernama Pakwan Pajajaran. Raja Sri Baduga memerintah berdasarkan kitab hukum yang berlaku saat itu sehingga kerajaan menjadi aman dan tenteram. Keterangan tentang Raja Sri Baduga dapat kita jumpai dalam prasasti Batutulis yang ditemukan di Bogor.

Sumber Sejarah
Yang menjadi sumber sejarah kerajaan Sunda antara lain sebagai berikut :

  1. Prasasti Rakryan Juru Pangambat, berangka tahun 854 Saka (932 M) ditemukan di Desa Kebon Kopi Bogor
  2. Prasasti Sanghyang Tapak berangka tahun 952 Saka (1030 M) yang ditemukan di kampung Pangcalikan dan Bantar Muncang di tepi sungai Cicatih, Cibadak Sukabumi.
  3. Prasasti Kampung Astanagede (Kawali) Ciamis
  4. Prasasti Horren, ditemukan di Jawa Timur
  5. Prasasti Kabantenan
  6. Prasasti Batu Tulis Bogor
  7. Kitab-kitab Susastra, seperti Pararaton, Kidung Sundayana dan Carita Parahyangan serta Sanghyang Siksakanda.
  8. Berita Asing, seperti Berita Portugis dari Tome Pires (1513) dan Antonio Pigafetta (1522)

Kehidupan Politik
Menurut Tome Pires, kerajaan Sunda diperintah oleh Seorang raja. Raja tersebut berkuasa atas raja-raja di daerah yang dipimpinnya. Tahta kerajaan diberikan secara turun temurun kepada anaknya. Akan tetapi, apabila raja tidak memiliki anak maka yang menggantikannya adalah salah seorang raja daerah berdasarkan hasil pemilihannya.

Kehidupan Sosial
Didalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian didapat penjelasan bahwa masyarakat kerajaan Sunda umumnya adalah masyarakat Peladang. Masyarakat ini memiliki ciri menonjol seperti selalu berpindah tempat dan rasa kebersamaannya agak longgar apabila dibandingkan dengan masyarakat sawah yang menetap.

Pola berpindah tempat dalam masyarakat peladang berlangsung karena tanah garapan dipandang tidak subur lagi untuk digarap. Oleh sebab itu perlu membuka kembali hutan baru untuk berladang. Caranya dengan menebangi pohon, membiarkannya mengering dan terakhir menanami area itu dengan berbagai macam tanaman. Perpindahan tempat berladang seperti tersebut tidak menumbuhkan tradisi untuk membangun aneka bangunan permanen. Baik sebagai tempat tinggal / tempat pemujaan. Itulah sebabnya didaerah Jabar tidak ditemukan Candi yang banyak seperti di Jateng atau di Jatim.

Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang masyarakatnya hidup dari pertanian, hasil pertaniannya menjadi pokok bagi pendapat kerajaan. Aneka hasil pertanian seperti lada, asam, beras, sayur mayur dan buah-buahan banyak dihasilkan masyarakat kerajaan Sunda, selain itu, ada juga golongan peternak Sapi, kambing, biri-biri dan babi adalah hewan yang banyak diperjualbelikan di bandar-bandar pelabuhan kerajaan Sunda.
Menurut Tom Pires, kerajaan Sunda memiliki enam buah pelabuhan penting yang masing-masing di kepalai oleh seorang Syahbandar. mereka bertanggungjawab kepada raja dan bertindak atas nama raja di masing-masing pelabuhan, Banten, Pontang, Cigede, Tomgara, Kalapa dan Cimanuk adalah pelabuhan-pelabuhan yang dimiliki kerajaan Sunda.

Kehidupan Budaya
Kitab carita Parahyangan dan serta Dewabuda memberi petunjuk bahwa masyarakat kerajaan Sunda banyak mendapat pengaruh budaya Hindu dan Budha. Kedua budaya itu selanjutnya berbaur dengan unsur budaya leluhur yang telah ada sebelumnya.

Gambaran kehidupan budaya masyarakat kerajaan Sunda selanjutnya tercermin dalam cerita-cerita yang biasanya disampaikan oleh seorang ahli yang disebut Memen. Memen ini biasanya menceritakan kisah Boma, Damarjati, Sanghyang Hayu, Jaya Sena, Sedamana, Pujaya Karma, Ramayana, Adipurwa, Kora Wasurma, Bimasorga, Ranggalawe, Tantri Sumana, Kala Purbakala, dan Jarini. Selain Memen, ada pula ahli pantun yang disebut prepantun, Cerita pantunnya yang terkenal seperti Langgalarang, Banyak Catra , Haturwangi dan Siliwangi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH KERAJAAN SRIWIJAYA

SEJARAH KERAJAAN SRIWIJAYA      Memang sangat menarik untuk dipelajari. Karena seperti yang diketahui, kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan besar di Indonesia. Kerajaan ini terkenal karena kekuatan maritimnya, bahkan kekuatan tersebut membuat kerajaan ini mampu menguasai pulau Jawa, Sumatera, Kamboja, Semenanjung Malaya Thailand Selatan dan Pesisir Kalimantan. Berkat kekuasaannya tersebut, Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan yang sukses menguasai kegiatan perdagangan di wilayah Asia-Tenggara pada masa kejayaannya itu. Kerajaan Sriwijaya  diambil dari dua suku kata yakni Sri yang artinya adalah gemilang atau bercahaya dan wijaya yang artinya adalah kemenangan. Jika digabungkan, Sriwijaya artinya adalah kemenangan yang bergemilang. Mengingat bahwa kerajaan ini begitu terkenal hingga mendunia, tak heran jika Sriwijaya disebut dengan nama yang berbeda di berbagai negara. Dalam bahasa Pali dan Sansekerta, Sriwijaya dikenal dengan sebutan Javadeh da...

SEJARAH PRABU SILIWANGI

SEJARAH PRABU SILIWANGI      Kisah Prabu Siliwangi sangat dikenal dalam sejarah Sunda sebagai Raja Pajajaran. Salah satu naskah kuno yang menjelaskan tentang perjalanan Prabu Siliwangi adalah kitab Suwasit. Kitab yang ditulis dengan menggunakan bahasa sunda kuno di dalam selembar kulit Macan putih yang ditemukan di desa pajajar Rajagaluh Jawa Barat. Prabu Siliwangi seorang raja besar pilih tanding sakti mandraguna, arif  dan bijaksana memerintah rakyatnya di kerajaan Pakuan Pajajaran Putra Prabu Anggalarang atau Prabu dewa Niskala Raja dari kerajaan Gajah dari dinasti Galuh yang berkuasa di Surawisesa atau Kraton Galuh di Ciamis Jawa Barat. Pada masa mudanya dikenal dengan nama Raden Pamanah Rasa. Sejak kecil beliau diasuh oleh Ki Gedeng Sindangkasih, seorang juru pelabuhan Muara Jati di kerajaan Singapura (sebelum bernama kota Cirebon). Setelah Raden pemanah Rasa Dewasa dan sudah cukup ilmu yang diajarkan oleh Ki Gedeng Sindangkasih. Beliau kembali ke k...

Misteri Alas Roban

Misteri Alas Roban      Alas Roban, hutan kecil di sebuah Kecamatan Gringsing, kecamatan yang terletak paling timur di Kabupaten Batang - Jawa Tengah. Jalanan yang begitu menanjak dan berkelok di sebuah bukit dengan rindangnya pepohonan jati berukuran besar. Jalur yang dikenal angker karena banyak kejadian yang tak lazim dan banyaknya kecelakaan. Di jalur lama (tengah) terdapat tugu keselamatan. Tak jauh dari itu terdapat makam petilasan Syekh Jangkung yang dulu pernah berkuasa di daerah itu, namun nisan untuk memperingatinya tumbang di dekat salah satu pohon jati yang cukup besar.                 Roban berasal dari kata ‘rob’ yang berarti air naik, kata ini sangat dikenal oleh masyarakat pesisiran. Kampung Roban sendiri ada di Kecamatan Subah. Roban berada di daerah pantai Laut Jawa. Suasana tempat ini hingga sekarang masih saja diselimuti hawa mistik yang kental. Perkampungan Roban dahulu dikenal dengan Roban Siluman. Ko...